Kedudukannya sebagaimana kedudukan kaum laki-laki yang mempunyai
kewajiban dakwah mengajak ke jalan Allah dan memerintahkan perbuatan
baik dan mencegah kemungkaran, karena teks al-Qur'an dan as-Sunnah yang
suci menunjukkan hal tersebut, sementara pendapat ulama dalam masalah
tersebut juga sangat jelas.
Maka seorang wanita berkewajiban untuk berdakwah ke jalan Allah,
memerintahkan kepada perbuatan baik dan mencegah kemungkaran dengan adab
yang Islami yang dituntut juga dari seorang lelaki. Ia juga hendaknya
tidak berpaling dari dakwah ke jalan Allah karena putus asa dan tidak
sabar, akibat hinaan atau cacian dari beberapa orang. Akan tetapi ia
harus bertahan dan bersabar walaupun ia melihat beberapa orang yang
memperlihatkan suatu ejekan. Hendaklah ia menjaga perkara-perkara lain
yakni menjadi suri tauladan dalam menjauhkan diri dari hal yang haram,
menutup diri dari pandangan laki-laki selain mahram dan menjauhkan diri
dari ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis).
Lebih dari itu, hendaknya dalam dakwahnya ia memperhatikan penjagaan
diri dari segala yang diingkarinya. Saat berdakwah kepada kaum lelaki,
hendaklah ia berdakwah dalam keadaan memakai hijab dan tidak berduaan
dengan salah seorang dari mereka. Apabila berdakwah kepada kaum wanita,
hendaklah ia berdakwah dengan hikmah dan menjadi orang yang bersih
akhlak dan perbuatannya sehingga mereka tidak menentangnya dan berkata; "Mengapa ia tidak memulai perbuatan baik dari dirinya sendiri?"
Hendaknya ia menjauhi pakaian yang bisa menimbulkan ftnah kepada
orang lain dan menjauhi segala perkara yang bisa menimbulkan ftnah, dari
mulai menampakkan keindahan tubuh, lemah lembut dalam berbicara dan
segala yang diingkarinya dalam dakwahnya. Justru ia harus berdakwah ke
jalan Allah dengan tetap menjaga kondisi yang tidak membahayakan
agamanya dan menodai nama baiknya sendiri. (Majmu' Fatawa wa Rasail Mutanawwi'ah, Syaikh bin Baz, 4240/)
Sumber: al-Fatawa al-Jami'ah lil-Mar'atil Muslimah.